MAKALAH PROFESI KEGURUAN

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT Karena berkat dan rahmat-Nya jualah sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh bapak Dosen Pembimbing Drs. Aris Djinal dengan mata kuliah Profesi Kependidikan di STKIP-PGRI Banjarmasin.
Dalam isi makalah ini kami membahas tentang “Konsep Profesi Keguruan dan Sikap Profesional Keguruan”. Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini banyak sekali mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang diberikan, semoga mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dari segenap pembaca.
Akhir kata penulis do’akan semoga semua amal yang diberikan mendapat imbalan Allah SWT, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi semua kalangan khususnya mahasiswa mahasiswi STKIP PGRI. Amin ya Rabbal Alamin.

Banjarmasin, 10 April 2013
Penulis

DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Manfaat dan Tujuan 3
BAB II Konsep Profesi Keguruan
A. Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi 3
B. Kode Etik Profesi Keguruan 13
C. Organisasi Profesional Keguruan 14
BAB III Sikap Profesional Keguruan
A. Pengertian 15
B. Sasaran Sikap Profesional 22
C. Pengembangan Sikap Profesional 24
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan 30
B. Saran-saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia pendidikan tidak lepas dari peran seorang guru. Peran guru sangat dibutuhkan dalam program pendidikan kita, karena tanpa guru siapa yang akan mengajar anak-anak di sekolah. Menjadi seorang guru adalah profesi yang tidak mudah. Banyak yang belum kita ketahui tentang bagaimana menjadi seorang guru. Sebagai calon guru kita harus tahu bagaimana menjadi guru yang profesional dan juga syarat-syarat menjadi seorang guru profesional. Namun terlebih dahulu kita harus tahu tentang pengertian profesi keguruan tersebut. Selain itu kita harus tahu tentang kode etik profesi keguruan seperti apa dan organisasi apa saja yang menjadi wadah perkumpulan guru-guru di Indonesia. Jika kita ingin menjadi seorang guru yang benar-benar ingin profesional kita harus memiliki sikap yang profesinal untuk menjadi seorang guru serta saran-saran untuk menjadi guru yang profesional tersebut sampai dengan pengembangan menjadi guru yang profesional agar nantinya kita menjadi guru yang benar-benar menggunakan profesi tersebut secara baik sesuai dengan aturan yang berlaku.
Untuk itulah kami membuat makalah ini agar menjadi bahan kajian kita semua sebagai calon guru dimasa depan yang memiliki sikap dan perilaku yang benar-benar mencerminkan seorang tenaga pengajar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji adalah:
1. Apa pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan?
2. Bagaimana kode etik profesi keguruan?
3. Apa saja organisasi profesional keguruan?
4. Apa pengertian sikap profesional keguruan?
5. Apa saja saran sikap profesional?
6. Bagaimana pengembangan sikap profesional?
C. Manfaat dan Tujuan
1. Tujuan penyusunan makalah
a. Menjelaskan pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan.
b. Menjelaskan bagaimana kode etik profesi keguruan.
c. Menyebutkan apa saja organisasi profesional keguruan.
d. Menjelaskan pengertian sikap profesional keguruan.
e. Menyebutkan apa saja saran sikap profesional.
f. Menjelaskan bagaimana pengembangan sikap profesional.
2. Manfaat penyusunan makalah
a. Untuk mengetahui pengertian dan syarat-syarat profesi keguruan.
b. Untuk mengetahui bagaimana kode etik profesi keguruan.
c. Agar mengetahui apasaja organisasi profesional keguruan.
d. Untuk mengetahui pengertian sikap profesional keguruan.
e. Agar mengetahui apa saja saran sikap profesional.
f. Untuk mengetahui bagaimana pengembangan sikap profesional.


BAB II
KONSEP PROFESI KEGURUAN

A. PENGERTIAN dan SYARAT-SYARAT PROFESI
1. Pengertian Profesi
Menurut Ornstein dan Levine (1984) menyatakan profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi dibawah ini:
a. Melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat ( tidak berganti-ganti pekerjaan).
b. Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c. Menggunakan hsil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek.
d. Memerlukan pelatihan khusus.
e. Mempunyai persyaratan masuk.
f. Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu.
g. Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih tinggi dan mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h. Mempunyai komitmen terhadap jabatan dank klien.
i. Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya.
j. Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k. Mempunyai asosiasi profesi.
l. Mempunyai kode etik.
m. Mempuyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan anggotanya.
n. Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi. (Ornstein dan Levine,1984).

Menurut Sanusi et al (1991) mengutarakan ciri-ciri utama suatu profesi itu sebagai berikut :
a. Suatu jabatan yang memiliki fungdi dan signifikansi sosial yang menentukan (crusial).
b. Jabatan yang menuntut keahlian dan keterampilan tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang di tuntut jabatan itu, didapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada disiplin ilmu yang jelas, sistematik, ekspilisit, yang bukan sekedar pendapat umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan perguruan tinggi yang waktunya cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai profesional.
g. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, anggota profesi berpegang teguh pada kode etik yang di control oleh organisasi profesi.
h. Mempunyai kebebasan dalam memberikan judgement terhadap permasalahn profesi yang dihadapinya.
i. Dalam praktek melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang luar.
j. Jabatan ini mempunyai pretise yang tinggi dalam masyarakat. ( Sanusi et al, 1991)

• “Profesi itu pada hakikatnya adalah suatu peryataan atau janji terbuka, bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa, karena orang tersebut merasa untuk menjabat pekerjaan itu”.(buku MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta 1997/1998).
• Jika ditelaah, pengertian tersebut mengandung beberapa hal yakni, bahwa profesi itu merupakan pernyataan atau janji terbuka; profesi itu mengandung unsur pengabdian; dan profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan. (buku MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta 1997/1998).
• Profesi merupakan pernyataan atau janji terbuka, maksudnya, bahwa pernyataan atau janji yang dinyatakannya (oleh seorang profesional) tidak sama dengan suatu janji atau pernyataan yang dikemukakan oleh seorang yang bukan profesional. (buku MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta 1997/1998).
• Profesi adalah suatu pekerjaanyang memerlukan pengetahuan dan keterampilan yang berkualifikasi tinggi dalam melayani atau mengabdi kepentingan umum untuk mencapai kesejahteraan insani. (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, PGSM3904/2 SKS/MODUL 1-6, Jakarta 1997/1998).
• Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian (expertise) dari para anggotanya.(BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003).
• Profesi adalah wewenang praktek suatu kejuruan yang bersifat pelayanan pada kemanusiaan secara intelektual spesifik yang sangat tinggi, yang didukung oleh penguasaan pengetahuan keahlian serta seperangkat sikap dan keterampilan teknik, yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusuh, yang penyelenggaraannya dilimpahkan kepada lembaga pendididkan tinggi, yang bersama memberikan izin praktek atau penolakan praktek dan kelayakan praktek dilindungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik yang diawasi langsung oleh Pemerintah maupun asosiasi profesi yang bersangkutan. (Encyclopedia of Social Sciences) (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)..
• Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan/menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi. (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)
2. Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan
National Education Association (NEA) (1948) menyarankan kriteria khusus jabatan guru sebagai berikut:
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
Mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan profesional lainnya. Oleh sebab itumengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet dan Huggett,1963).
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus
Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian mereka dengan melindungi masyarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan. Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levine,1984).
Menurut Stinnett and Huggett (1963) menurut kelompok pertama mengajar adalah suatu sains (science), sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett and Huggett,1963). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Educational Researches, misalnya terdapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khususnya. Sebaliknya Sanusi et al berpendapat bahwa ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar ( sanusi et al ., 1991).
Ilmu penegetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dpat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologi yang jelas. Ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang banyak belum teruji validasinya dan yang disetujui sebagaian besar ahlinya (Gideonse,1982 dan Woodring 1983).
c. Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
Yang membedakan jabatan profesional dengan non-profesional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/institut atau melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campur pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui perguruan tinggi disediakan untuk jabatan profesional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah di peruntukkan bagi jabatan yang non-profesional (Ornstein dan Levine,1984).
d. Jabatan yang memerlukan ‘latihan dalam jabatan’ yang bersinambungan.
Jabatan guru cenderung menunjukan bukti yang kuat sebagai jabatan profesional, karena melakukan berbagai kegiatan latihan profesional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanpa kredit.
e. Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
Syarat jabatan guru sebagai karier permanen merupakan titik yang paling lemah dalam menuntut bahwa mengajar adalah jabatan profesional
f. Jabatan yang menentukan baku ( standarnya ) sendiri
Menurut Ornstein dan Levine (1984) mengungkapkan pengawasan luar adalah musuh alam dari profesi, karena membatasi kekuasaan profesi dan membuka pintu terhadap pengaruh luar (Ornstein dan Levine,1984).
Peter Blau dan W. Richard Scott (1965: 51-52) menulis :“ Profesional service … requires that the [professional] maintain independence of judgement and not permit the clients’ wishes as distinguished from their interests to influence his decisions.”
Para profesional harus mempunyai pengetahuan dan kecakapan dalam membuat penilaian, sebaliknya tidak demikian denganklien, sebagaimana yang di ungkapkan Blau dan Scott,“ and the clients not qualified to evaluate the services he needs.” Profesional yang membolehkan langganannya untuk mengatakan apa yang harus dia kerjakan akan gagal dalam memberikan layanan yang optimal (Peter Blau dan W. Richard Scott, 1965)
g. Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Jabatan guru telah terkenal secara universal sebagai suatu jabatan yang anggotanya termotivasi oleh keinginan untuk membantu orang lain bukan disebabkan oleh keuntungan ekonomi atau keuangan. Mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan ekonomi atau lahiriah.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Berdasarkan analisis ini tampaknya jabatan guru belum sepenuhnya dapat dikategorikan sebagai suatu profesi yang utuh, dan bahkan banyak orang sependapat bahwa guru hanya jabatan semiprofesional atau profesi yang baru muncul (emerging profession) karena semua belum cirri-ciri di atas yang dapat dipenuhi.
Menurut Amitai Etzioni (1969: p.v. ) guru adalah jabatan semiprofesional disebabkan oleh:
” … the training [of teachers] is shotters, their status less legitimated [low or moderate], their right to privileged communication less established.; theirs is less of a specialized knowledge, and they have less autonomy from supervision or societal control than ‘the professions’…” (Amitai Etzioni, 1969).
Robert B. Howsam et al (1976) menulis bahwa guru harus dilihat sebagai profesi yang harus baru muncul, dan karena itu mempunyai status yang lebih tinggi dari jabatan semiprofesional, malahan mendekati status jawaban profesi penuh (Robert B. Howsam, 1976).
Dengan adanya peraturan dari Manteri Pendidikan daan Kebudayaan bahwa yang boleh menjadi guru yang hanya mempunyai akta mengajar yang dikeluarkan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Selain itu, guru diberi penghargaan oleh pemerintah melalui Keputusan Menpan No.26 Tahun 1989, dengan memberikan tunjangan fungsional sebagai pengajar, dan dengan kemungkinan kenaikan pangkat yang terbuka.
Jabatan profesional sangat memperhatikan layanan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam rangka menjga dan meningkatkan layanan ini secara optimal serta menjaga agar masyarakat tidak dirugikan oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, tuntutan jabatan profesional harus sangat tinggi.
Profesi keguruan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan dan profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka pencapaian secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Saniusi et al (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yakni sebagai berikut:
1) Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, perasaan dan dapat dikembangkan segala potensinya;dan pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusian yang menghargai martabat manusia.
2) Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat olah norma-norma dan nilai-nilai baik yang secara universal, nasional maupun local, yang merupakan acuan para pendididk, pserta didik, dan pengelol pendidikan.
3) Teori-teori pendidikan merupakan kerangka hipotesis dalam menjawab permaslahan pendidikan.
4) Pendidikan bertolak dari asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untung berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha untuk mengembangkan potensi unggul tersebut.
5) Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, situasi yang terjadi dalam dialog antara peserta dididk dengan pendidik, yang memungkinka peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6) Sering terjadinya dilema antara tujuan utama pendidikan, yakni menjadikan manusia sebagai manusia yang baik( dimensi intristik), dengan misi instrumental yakni merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu (Sanusi at al,1991).

Syarat – Syarat profesi (BUKU MATERI POKOK PROFESI KEGURUAN I, MKDK4304/2 SKS/MODUL 1-6, 2003)
1. Kompetensi Profesional, artinya ia memiliki pengetahuan yang luas serta dalam subjek matter (bidang study) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologis dalam arti memiliki pengetahuan konsep teoritik, mampu memilih metode yang tepat serta mampu menggunakan berbagai metode dalam proses belajar mengajar. Guru pun harus memiliki pengetahuan luas tentang landasan kependidikan dan pemahaman terhadap subjek didik (murid).
2. Kompetensi Personal, artinya memiliki sikap kepribadian yang mantab, sehingga mampu menjadi sumber identifikasi bagi subjek.
3. Kompetensi Sosial, artinya ia menujukkan kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama teman guru, dengan kepala sekolah bahkan dengan masyarakat luas.
4. Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan nilai kemanusiaan dari pada nilai benda material.
3. Perkembangan Profesi Keguruan

Nasution (1987) menjelaskan dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia dengan secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di indonsia terutama dalam zaman kolonial Belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Awal mulanya guru-guru diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru , secara beangsur-asur dilengkapi dengan guru-guru yang lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Dikarenakan kebutuhan guru mendesak maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru, yaitu:
1) Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh,
2) Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru,
3) Guu bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu,
4) Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru, dan
5) Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Sejalan dengan pendirian sekoalah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollands Inlandwsews School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka secara berangsur-angsur dan didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan guru kursus Hoofdacte (HA) untuk kepala sekolah (Nasution,1987).
Selangkah demi selangkah pendidikan guru meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat kita hanya mempunyai Lembaga Pendidikan Guru yang tunggal, yaitu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam sejarah pendidikan Guru Indonesia, guru mempunyai status dan wibawa yang sangat tinggi dalam masyarakat, dan dianggap sebagai orang serba tahu, karena peranan guru tidak hanya mendidik anak di depan kelas tetapi tetapi mendidik masyarakat ,tempat mendidik masyarakat dan untuk tempat masyarakat bertanya. Namun, kewibawaan guru mulai memudar seiring kemajuan zaman , perkembangan ilmu dan teknologi, dan kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau jasa (Sanusi et al,1991).
B. KODE ETIK PROFESI KEGURUAN
1. Pengertian Kode Etik
a) Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Pasal 28 Undang-Undang ini dengan jela menyatakan bahwa “Pegawai Negeri Sipil mempunyai Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”. Bahwa, Kode Etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.
b) Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI,1973). Kode Etik Guru Indonesia terdapat dua unsur pokok, yaitu : (1) sebagai landasan moral, (2) sebagai pedoman tingkah laku.
Kode Etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi didalam melaksanakan tugasnya dan di dalam hidupnya di masyarakat.
2. Tujuan Kode Etik
Tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentinagn organisasinya. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S,1979):

a) Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b) Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan anggotanya
c) Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d) Untuk meningkatkan mutu profesi
e) Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi

3. Penetapan Kode Etik
Kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melaikan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atan nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut.
4. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Pada umumnya, kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan pebuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi rekannya, dan sanksi yang terberat adalah sipelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi.
5. Kode Etik Guru Indonesia
Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari. Maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang sangat penting untuk pembentukan sikap profesional para amggota profesi keguruan.

Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan didalam suatu kongres yang dihadiri oleh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh penjuru tanah air, pertama dalam Kongres XIII di Jakarta tahun 1973, dan kemudian di sempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 dan juga di Jakarta.
C. ORGANISASI PROFESIONAL KEGURUAN
1. Fungsi Organisasi Profesional Keguruan
Jabatan profesi harus mempunyai wadah untuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi , yakni organisasi profesi. Di Negara kita telah mempunyai satu wadahh yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia yang lebih dikenal dengan singkatan PGRI. PGRI didirikan di Surakarta Pada tanggal 25 November 1945, sebagai perwujudan aspirasi guru Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa (Hermawan S.,1989).
Salah satu tujuan PGRI adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta meningkatkan kesejahteraan mereka (Basuni,1986) dan Basuni meguraikan empat misi utama PGRI, yaitu : (1) Misi politis/ideologi, (2) Misi persatuan organisators, (3) Misi profesi, dan (4) Misi Kesejateraan.
Kebanyakan kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu profesi biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan peringatan ulang tahun atau kongres, baik di pusat maupun di daerah (Sanusi et al, 1991).

2. Jenis-Jenis Organisasi Keguruan
Selain PGRI yang satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru dalam kelompoknya masing-masing. Ada juga Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) yang saat ini telah mempunyyai divisi-divisi antara lain, Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia (HSPBI) dan masih banyak lagi.

BAB III
SIKAP PROFESIONAL KEGURUAN

A. Pengertian
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya.
Berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru yang dalam memahami,menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Dan dalam pola tingkah laku guru ini sesuai dengan sasarannya, yakni sikap profesional keguruan terhadap : (1) Peraturan perundang- undang, (2) Organisasi profesi, (3) Teman sejawat, (4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6) Pemimpin, dan (7) Pekerjaan.

Guru sebagai professional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Walaupun segala prilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan dalam bagian ini adalah khusus prilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini berhubungan dengan bagaimana pola tingkah laku guru dalam memahami, menghayati, serta mengamalkan sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya, yakni sikap professional keguruan terhadap:
1. Peraturan perundang-undangan,
2. Organisasi profesi,
3. Teman sejawat,
4. Anak didik,
5. Tempat kerja,
6. Pemimpin,
7. Pekerjaan.
1. Konsep Dasar Sikap dan Perilaku
Thursthoen dalam Walgito (1990: 108) menjelaskan bahwa, sikap adalah gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Berkowitz, dalam Azwar (2000:5) menerangkan sikap seseorang pada suatu objek adalah perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respon atau kecenderungan untuk bereaksi. Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari sesuatu.Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa sikap adalah kecenderungan, pandangan, pendapat atau pendirian seseorang untuk menilai suatu objek atau persoalan dan bertindak sesuai dengan penilaiannya dengan menyadari perasaan positif dan negatif dalam menghadapi suatu objek.
Struktur sikap siswa terhadap konselor terdiri dari tiga komponen yang terdiri atas: 1). Komponen kognitif, Komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, dan keyakinan tentang objek. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana orang mempersepsi objek sikap. 2). Komponen afektif, Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang terhadap sikap. Perasaan tersebut dapat berupa rasa senang atau tidak senang terhadap objek, rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.. komponen ini menunjukkan ke arah sikap yaitu positif dan negatif. Komponen afektif menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap (Azwar, 2000:26), secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap.3. Komponen konatif, Komponen ini merupakan kecenderungan seseorang untuk bereaksi, bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Komponen-komponen tersebut di atas merupakan komponen yang membentuk struktur sikap. Ketiga komponen tersebut saling berhubungan dan tergantung satu sama lain. Saling ketergantungan tersebut apabila seseorang menghadapi suatu objek tertentu, maka melalui komponen kognitifnya akan terjadi persepsi pemahaman terhadap objek sikap.
Katz (dalam Walgito, 1990:110) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai empat fungsi, yaitu:
1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat.Fungsi ini berkaitan dengan sarana tujuan. Di sini sikap merupakan sarana untuk mencapai tujuan. Orang memandang sampai sejauh mana objek sikap dapat digunakan sebagai sarana dalam mencapai tujuan. Bila objek sikap dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka orang akan bersikap positif terhadap objek sikap tersebut. Demikian sebaliknya bila objek sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif terhadap objek sikap tersebut. Fungsi ini juga disebut fungsi manfaat, yang artinya sampai sejauh mana manfaat objek sikap dalam mencapai tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian, artinya sikap yang diambil seseorang akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya.
2. Fungsi pertahanan ego, Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan ego atau akunya. Sikap diambil seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam dalam keadaan dirinya atau egonya, maka dalam keadaan terdesak sikapnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego. 3. Fungsi ekspresi nilai. Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi individu untuk mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan kepuasan dan dapat menunjukkan keadaan dirinya. Dengan mengambil nilai sikap tertentu, akan dapat menggambarkan sistem nilai yang ada pada individu yang bersangkutan. 4. Fungsi pengetahuan. Fungsi ini mempunyai arti bahwa setiap individu mempunyai dorongan untuk ingin tahu.
Bringham dalam Azwar (2000:138) menjelaskan tipe ukuran sikap yang paling sering dipakai adalah questioner self-report yang disebut skala sikap dan biasanya meliputi respon setuju atau tidak dalam beberapa kelompok-kelompok. Ukuran self-report mudah digunakan namun ukuran itu dapat memiliki sifat kemenduaan (ambiguity) atau adanya ukuran lain. Sikap dari skala sikap ini adalah isi pernyataan yang berupa pernyataan langsung yang jelas tujuan ukuran atau pernyataan tidak langsung yang kurang jelas untuk tujuan ukurannya bagi responde
2. Sikap dan Perilaku Guru yang Profesional
Pemerintah sering melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru, antara lain melalui seminar, pelatihan, dan loka karya, bahkam melalui pendidikan formal bahkan dengan menyekolahkan guru pada tingkat yang lebih tinggi. Kendatipun dalam pelakansaannya masih jauh dari harapan, dan banyak penyimpangan, namun paling tidak telah menghasilkan suatu kondisi yang yang menunjukkan bahwa sebagian guru memiliki ijazah perguruan tinggi.
Latar belakang pendidikan ini mestinya berkorelasi positif dengan kualitas pendidikan, bersamaan dengan faktor lain yang mempengaruhi. Walaupun dalam kenyataannya banyak guru yang melakukan kesalahan-kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang seringkali tidak disadari oleh guru dalam pembelajaran ada tujuh kesalahan.
Kesalahan-kesalahn itu antara lain : mengambil jalan pintas daolam pembelajaran, menunggu peserta didik nerperilaku negatif, menggunakan destruktif disiplin, mengabaikan kebutuhan-kebutuhan khusus (perbedaan individu) peserta didik, merasa diri paling pandai di kelasnya, tidak adil (diskriminatif), serta memaksakan hak peserta didik (Mulyasa,2005:20).
Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan tersebut maka seorang guru yang profesional harus memiliki empat kompetensi. Kompetensi tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dosen dan Guru, yakni: kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik, kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik, kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran luas mendalam, kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respon hanya akan timbul, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang dikehendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbul didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik buruk, positif negati, menyenangkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap objek sikap (Azwar, 2000: 15).Sedangkan perilaku merupakan bentuk tindakan nyata seseorang sebagai akibat dari adanya aksi respon dan reaksi. Menurut Mann dalam Azwar (2000) sikap merupakan predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan nyata seringkali jauh berbeda. Hal ini dikarenakan tindakan nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap semata namun juga ditentukan faktor eksternal lainnya.
Menurut penuturan R.Tantiningsih dalam Wawasan 14 Mei 2005, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar beberapa sikap dan perilaku menyimpang dalam dunia pendidikan dapat hindari, diantaranya: Pertama, menyiapakan tenaga pendidik yang benar-benar profesional yang dapat menghormati siswa secara utuh. Kedua, guru merupakan key succes factor dalam keberhasilan budi pekerti. Dari guru siswa mendapatkan action exercise dari pembelajaran yang diberikan. Guru sebagai panutan hendaknya menjaga image dalam bersikap dan berperilaku. Ketiga, Budi pekerti dijadikan mata pelajaran khusus di sekolah. Kempat, adanya kerjasama dan interaksi yang erat antara siswa, guru (sekolah), dan orang tua.Terkait dengan hal di atas, Hasil temuan dari universitas Harvard bahwa 85 % dari sebab-sebab kesuksesan, pencapaian sasaran, promosi jabatan, dan lain-lain adalah karena sikap-sikap seseorang. Hanya 15 % disebabkan oleh keahlian atau kompetensi teknis yang dimiliki (Ronnie, 2005:62).Namun sayangnya justru kemampuan yang bersifat teknis ini yang menjadi primadona dalam istisusi pendidikan yang dianggap modern sekarang ini. Bahkan kompetensi teknis ini dijadikan basis utama dari proses belajar mengajar. Jelas hal ini bukan solusi, bahkan akan membuat permasalahan semakin menjadi. Semakin menggelembung dan semakin sulit untuk diatasi.
Menurut Danni Ronnie M ada enam belas pilar agar guru dapat mengajar dengan hati. Keenam belas pilar tersebut menekankan pada sikap dan perilaku pendidik untuk mengembangkan potensi peserta didik.Jika para pendidik menyadari dan memiliki menerapkan 16 pilar pembangunan karakter tersebut jelas akan memberikan sumbangsih yang luar biasa kepada masyarakat dan negaranya.Ketiga, kurangnya penanaman budi pekerti di sekolah. Pelajaran budi pekerti sekarang ini sudah tidak ada lagi. Kalaupun ada sifatnya hanya sebagai pelengkap, lantaran diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran yang ada. Namun realitas di lapangan pelajaran yang didapat siswa kabanyakan hanya dijejali berbagai materi. Sehingga nilai-nilai budi pekerti yang harus diajarkan justru dilupakan.

B. Sasaran Sikap Profesional
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundag-Undang
Pada butir sembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa: “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan “ (PGRI, 1973). Guru merupakan unsur aparatur negara dan abdi negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia mengatur hal tersebut, seperti yang tertentu dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dengan demikian setiap guru Indonesia harus tunduk dan taat terhdap aturan-aturan pemerintah.
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
Dalam dasar keenam dari Kode Etik ini dengan gamblang juga dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan , dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.”
Hubungan sesama anggota profesi dapat dilihat dari dua segi, yakni hubungan formal, dan hubungan kekeluargaan. Hubungan formal ialah hubungan yang perlu dilakukan dalam rangka melakukan tugas kedinasan. Sedangkan hubungan kekeluargaan ialah hubungan persaudaraan yang perlu dilakukan,baik dalam lingkungan kerja maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menunjung tercapainya keberhasilan anggota profesi.
a. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Sikap profesional yang perlu ditumbuhkan oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian, dan rasa tanggung jawab.
b. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Keseluruhan
Guru harus menumbuhkan sikap profesionalnya tidak hanya di tempat kerja tetapi juga di tempat lingkungan keseluruhan.

4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa : Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, dalam sistem amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, dalam arti membimbing atau mengajarnya.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Untuk menciptakan suasana kerja yang baik ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu : (a) guru sendiri, (b) hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling. Dan dalam Kode Etik pun berbunyi : “ Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar”
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Kerja sama harus ada agar terciptanya kemajuan bersama dan sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif.
7. Sikap Terhadap Pekerjaan
Dalam butir keenam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi : Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
8. Pengembangan Sikap Pofesional
1. Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan.
C. Pengembangan Sikap Keprofesionalan Guru
Pengembangan terhadap guru merupakan hal mendasar dalam proses pendidikan. Saat ini guru dianggap sebuah profesi yang sejajar dengan profesi yang lain, sehingga seorang guru dituntut bersikap profesional dalam melaksanakan tugasnya. Guru yang profesional adalah “guru yang mempunyai sejumlah kompetensi yang dapat menunjang tugasnya yang meliputi kompetensi pendagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial maupun kompetensi pribadi”. Dari kompetensi tersebut guru dapat menciptakan suasana.
• Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalammelaksanakan tugasnya memerlukan/menuntutkeahlian (expertise), menggunakan teknik-teknikilmiah, serta dedikasi yang tinggi
• Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yangdilakukan oleh seseorang dan menjadi sumberpenghasilan kehidupan yang memerlukankeahlian, kemahiran, dan kecakapan yangmemenuhi standar mutu atau norma tertentuserta memerlukan pendidikan profesi.
• Sikap Profesional Keguruan adalah sikap seorang guru dalammenjalankan pekerjaannya yangmencakup keahlian, kemahiran, dankecakapan yang memenuhi standarmutu atau norma tertentu sertamemerlukan pendidikan profesikeguruan.
Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.

Kompetensi dasar yang harus dimiliki seorang guru
1. Kompetensi pedagogik
Kompetensi ini terdiri dari lima subkompetensi, yaitu
• memahami peserta didik secara mendalam,
• merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran,
• melaksanakan pembelajaran,
• merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran dan,
• mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya.

2. Kompetensi kepribadian.
Kompetensi ini terdiri dari lima subkompetensi, yaitu
• Kepribadian yang mantap dan stabil,
• Dewasa,
• Arif,
• Berwibawa,
• Dan berakhlak mulia.
3. Kompetensi sosial.
Kompetensi ini memiliki tiga subranah.
• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik.
• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
• Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua /wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4. Kompetensi profesional.
Kompetensi ini terdiri dari dua ranah subkompetensi.
• Subkompetensi menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial : memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum, memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar, memahami hubungan konsep antarmata pelajaran terkait, dan menerapkan konsep – konsep keilmuan dalam kehidupan sehari – hari.
• Subkompetensi menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah – langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.

Sebagai guru yang berkompeten harus memiliki :
1. Pemahaman terhadap karakteristik peserta didik,
2. Penguasaan bidang studi, baik dari sisi keilmuan maupun kependidikan,
3. Kemampuan penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik,
4. Kemauan dan kemampuan mengembangkan profesionalitas dan kepribadian secara berkelajuan.

Ada beberapa Sikap Profesiaonal Guru yaitu :
• Sikap terhadap peratuan perundang-undangan
• Sikap terhadap organisasi profesi :
• Sikap terhadap teman sejawat
• Sikap terhadap anak didik
• Sikap terhadap tempat kerja
• Sikap terhadap pemimpin
• Sikap terhadap pekerjaan

Terdapat Pengembangan Sikap Profesional Guru yaitu :
1. Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di Pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan. Calon guru dididik dalam berbagaipengetahuan, sikap danketerampilan yang diperlukan dalampekerjaannya nanti. Merupakanpendidikan persiapan mahasiswantuk meniti karir dalam bidangpendiikan dan pengajaran.
2. Pengembangan sikap selama dalam jabatan
Pengembangan sikap professional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya.

Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi guru. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru, Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Program sertifikasi telah dilakukan oleh Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam (Dit Binrua) melalui proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Dasar (ADB Loan 1442-INO) yang telah melatih 805 guru MI dan 2.646 guru MTs dari 15 Kabupaten dalam 6 wilayah propinsi yaitu Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB dan Kalimantan Selatan (Pantiwati, 2001).
Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.
Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka penulis dapat menarik beberapa kesimpulan bahwa: Seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission).Guru juga harus bersikap profesional dan bertanggung jawab atas jabatan yang telah ia miliki. Dan dalam menjalankan tugasnya guru pun harus mengetahui Kode etik guru yang merupakan pedoman mengatur hubungan guru dengan teman kerja, murid dan wali murid, pimpinan dan masyarakat serta dengan misi tugasnya.
Dengan penjelasan-penjelasan yang ada tersebut maka menjadi seorang guru itu harus mengetahui terlebih dahulu apa itu arti sebuah profesi keguruan beserta syarat-syaratnya dan bagaimana untuk menjadi seorang guru yang profesional yang memiliki jiwa pengajar yang berlandaskan dengan aturan-aturan yang telah ada dalam Undang-Undang Kependidikan. Selain itu untuk menjadi seorang guru harus memiliki etika yang baik serta sikap profesional keguruan.

B. SARAN
Guru dan calon guru perlu mengetahui apa arti sebuah profesi keguruan, syarat-syarat untuk menjadi seorang guru yang profesional karena mereka adalah calon tenaga pengajar yang akan memberikan ilmu mereka kepada anak-anak bangsa. Seorang guru adalah contoh bagi semua murid-muridnya,karena itu mereka harus benar-benar mengerti bagaimana arti dari sebuah profesi keguruan yang mereka lakukan sekarang atau nanti agar mereka tidak salah mengartikan profesi untuk mengajar tersebut dan agar mereka bisa menyadari pentingnya menjadi guru yang profesional.
Menjadi seorang guru juga harus memiliki sikap yang profesional di bidangnya tersebut yakni mengajar. Karena seorang guru akan berdiri sendiri di depan kelas untuk memberikan ilmu kepada murid-muridnya tanpa bantuan seorang asisten atau sejenisnya. Jadi segala sikap yang baik dan buruk akan dilihat oleh para murid, karena seorang guru adalah panutan dari semua murid.

DAFTAR PUSTAKA
Dwi Siswoyo, Drs., Buku Materi Pokok 3. Peserta didik dan pendidik, Pengantar Ilmu Pendidikan.
Redja Mudyahardjo, Drs. & Waini Rasyidin, Drs., M.Ed., Buku Materi Pokok 1-3 Dasar-dasar Kependidikan,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka 1986.
Wakitri,Dra. Dkk., Buku Materi Pokok 1-12., Landasan Kependidikan, Karunika Universitas Terbua, 1990.
Ny. Reostiyah N. K; Masalah-masalah Ilmu Keguruan Pendidikan, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1986.
Soedijarto dan T. Raka Jono., Pendidikan Prajabatan Guru Sekolah Dasar, Siknah Pemikiran dalam rangka menyongsong pendidikan tahun, Makalah, Jakarta, 1991.
Dr. Phil. Eka Darmaputera., Etika Sederhana untuk Semua, PT.BPK Gunung Mulia, Cetakan III, Jakarta,1898.
T. Raka Joni., Wawasan Kependidikan Guru Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1982.
Landasan Kependidikan (Modul UT)
Drs. Soekarto Indrafachrudi, Drs. Diranwar, Drs. Lamberi., Pengantar Kepemimpian Pendidikan, Badan Penerbit Alda, 1984.
Parsono, Drs. Anton Sukarno, Drs. Djuno R., Drs. Suharno, Mpd.; Landasan Kependidikan, PMAK 8110, Universitas Terbuka, Jakarta.Basuni Suryamihardja, 1986, PGRI Sebagai Organisasi Bagi Guru Bandung: IPBI.
PGRI, 1973 Buku Kenang-kenangan Kongres PGRI ke XIII 21 s.d 25 Nopember 1973 dan HUT PGRI Ke XXIII, Jakarta: PGRI
R. Hermawan S., 1979, Etika Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru, Jakarta: PT. Margi Waluyu.
Ronnie M. Dani, 2005. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukuran. Jakarta: Ghalia Indonesia.Mulyasa, 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya
R. Tantiningsih, 2005,Seni Mengajar dengan Hati. Jakarta: Alex media Komputindo.
Guru Cengkiling dan Amoral. Koran Harian Sore Wawasan. 14 Mei 2005.
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: BP. Media Pustaka Mandiri
Walgito, Bimo 1990. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM
Amitai , Etzino. 1969. The Semiprofessions and Their Organization Teachers, Nurses, and Social Workers. New York : Frese Press.
Blau, Peter dan Scott, W. Richard. 1965. Formal Organization. San Francisco: chandler.
Departemen Penerangan Republik Indonesia. 1974. Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta : Dep. Penerangan R.I.
Gideonse ,Hendrick D..1982. The Necessary Revolution in Teacher Education. Bloomington, Ind : Phi Delta Kappa.
Harris, Chester (ed). 1960. Encyclopedia of Education Research, erd,ed. New York: The Macmillan Company, 1564 pp.
Hermawan, S. R .. 1979. Etika Keguruan. Suatu Pendekatan Terhadap Profesi dan Kode Etik Guru Indonesia. Jakart: PT Margi Hayu.
Howsam, Robert b., et al. 1976. Educating a profession. Washington D.C: American Association of colleges for Teacher Education.
Nasution, S..1987. Sejarah Pendidikan Indonesia. Bandung: Penerbit Jenmars.
National Education Association, Division of Field Service. 1948. The yardstick of a Profession. Dalam Institutes on Professional and publik Relation.washington D.C: The Association.
Ornstein,Allan C , dan Levine, Daniel U..1984. An Introduction to the foundations of Education.. third edition. Boston : Houghto Miffin Company.
PGRI. 1973. Kenang-kenangan Kongrres PGRI XIII 21 s/d 25 November 1973 dan HUT PGRI XXVIII. Jakarta : PGRI.
Sanusi, Achmad, et al. 1991. Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan. Bandung : IKIP Bandung Departemen P dan K.
Stinnett,T.M., dan Huggest , Albert J.. 1963. Professional Problems of Teachers. Second Edition. New York: The Macmillan Company.
Suryamihardja, Basuni. 1986. PGRI sebagai Organisasi Profesi bagi Guru. Bandung :IPBI.
Woodring, Paul. 1983. The Persistent Problems of Education. Bloomington, Ind: Phi Delta Kappa.
Hermawan S,R. 1979. Etika Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru Indonesia. Jakarta: PT. Margi Wahyu.
PGRI. 1973. Buku Kenang-Kenangan Kongres PGRI XIII 21 s.d 25 November 1973 dan Hut PGRI XXIII. Jakarta : PGRI.


Blog, Updated at: 05.28

 photo PDLcopy_zps3f6bcfe5.gif